Senin, 27 Januari 2014

SekilasTentang Aku Mengapa Menulis Tulisan-Tulisan Ini

Aku menulis apa yang aku rasa. Aku membaca apa yang aku ingin tahu, lalu inspirasi muncul dan aku menulisnya disini. Aku memang tidak seperti Dwitasari, yang menulis tentang kegalauan-kegalauan perasaan cintanya. Aku juga tak seperti Bernard Batubara yang menulis cerpen-cerpen yang luar biasa, salah satunya "Senja di Jembrana" yang kemudian dia bukukan dalam kumpulan cerita "MILANA". Aku juga tak seperti bang Dika, ya dia salah satu penulis favoritku setelah bang Tere Liye, selera humor di bukunya itu lho yang ngebuat penikmat bukunya ngakak sampai gulung-gulung (sory agak lebay). Bang Dika memberikan nuansa baru dalam dunia novel. Kemudian tulisan-tulisan yang aku post di blog ini kebanyakan adalah pengalaman pribadi, tetapi ada juga yang bener-bener fiksi, atau ada juga yang setengah fiksi (red: terinspirasi pada pengalaman pribadi). Aku baru belajar menulis sebenarnya, mulai suka menulis sewaktu masih usia SD. Saat itu aku menggandrungi puisi, tapi sekarang puisi-puisiku itu entah kemana. Hingga saat hari perpisahan sewaktu kelas VI aku ditunjuk untuk membuat puisi tentang pengabdian guru yang akan dibacakan oleh teman-temanku (Manda, Bella, Ibrahim, dan Andri). Aku mulai menekuni puisi lagi saat aku usia SMP. Lebih tepatnya SMP kelas VIII, aku sampai memiliki buku sendiri khusus berisi puisi, tapi bukunya sekarang aku tidak tahu berada dimana. Sayang sekali, padahal jika ada aku bisa menuliskannya disini. Aku mendapat banyak dukungan untuk menulis puisi dari teman-teman. Tapi tak kukembangkan, aku bisa menulis puisi, tetapi tidak terlalu pandai menulis puisi. Perbendaharaan kataku masih itu-itu saja. Perlu membaca beberapa buku terlebih dahulu sebelum menulis. ya tentu saja membaca sangat membantuku dalam membuat tulisan. Sekarang aku jarang menulis puisi, lebih sering menulis tulisan seperti yang ada di blog ini. Kalau kata temanku tulisan-tulisan ini mereka namakan curhatan. ya memang benar sih, ini memang curhatan yang ditulis dengan model tampilan yang agak berbeda. Mungkin lebih menyenangkan dibaca daripada hanya sebuah curhatan saja. Sebenarnya lagi masa-masa pengen buat novel, tapi moodnya belum ada lagi. Dari Juni 2013 lalu baru dapat 10 halaman dan belum nambah-nambah. Mungkin perlu nyari inspirasi dulu kali ya? Iyadeh besok nyari dulu. Mungkin itu aja tentang sekilas tulisan-tulisan di blog ini. Mungkin kurang memberi manfaat karena blog ini kurang berisi informasi yang membangun. Tapi setidaknya bisa menghibur lah ya. Oke terimakasih :).

Rabu, 15 Januari 2014

Ngakunya Mahasiswa???

Jangan Nyontek!!
Aku tidak suka dengan kursi nomor 7 itu, aku tidak suka duduk di pojok, apalagi pojok paling belakang. Karena di kursi itu dengan leluasanya aku bisa melihat calon-calon guru ingin mendapat nilai ujian yang maksimal tetapi usahanya nol. Aku benci duduk di kursi itu. Aku tidak suka melihat pemandangan yang samasekali tak ingin kulihat, mulai dari sebuah kertas yang diselipkan di tempat pensil, tas yang diletakkan di pangkuan kemudian diam-diam mengambil sebuah catatan yang ada di dalam tas, tukar-tukaran lembar soal, bisik-bisik jawaban soal agar tak terdengar oleh pengawas, dan searching google di handphone. Miris bukan? Sedangkan saat itu juga aku yang duduk di kursi paling belakang sedang sibuk memikirkan jawaban soal nomor 14 yang kurang 2 dan aku benar-benar lupa. Ah, miris sekali saat aku melihat pemandangan itu. Orang-orang yang kekurangan motivasi? hanya ingin sebuah hasil yang memuaskan tapi tak ada usaha untuk belajar? Ingin membahagiakan orang tua dengan nilai bagus tapi dengan hasil contekan? Apakah tidak malu? Apakah juga puas saat nilai 99 terpampang pada lembar jawaban tetapi seketika tahu kalau itu bukan dari hasil otak sendiri? Kalau aku malu :D. Ya kalau aku. tapi alhamdulillah aku masih bisa berusaha belajar hingga larut malam untuk sebuah hasil yang maksimal. Tapi kalian bukan aku dan kalian tidak akan pernah menjadi aku. Aku juga pernah ingin bertanya saat aku tak bisa mengerjakan soal ujian. Tetapi aku ingat kedua orang tuaku, ingat saat mereka bekerja keras dan penuh harap agar aku sukses. Ya, aku benar-benar menjadi harapan mereka. Seketika itu aku mengurungkan niatku untuk bertanya, lebih baik aku mendapat nilai jelek karena hasilku sendiri daripada nilai bagus tapi bukan dari hasil otakku.

  Aku tidak membenci kalian wahai teman-teman  yang ngakunya mahasiswa, aku hanya kecewa. Apalagi kalian calon pendidik. Calon pembentuk karakter bangsa. Aku turut prihatin atas matinya rasa tanggung jawab kalian. Bukan aku merasa sok suci, tapi aku benar-benar malu jika harus mencontek. Aku sadar aku anak orang biasa, aku sampai bisa kuliah pun butuh usaha. Tak seperti kalian, dari situlah aku mengerti. Aku bisa membahagiakan kedua orang tuaku hanya dengan berlaku jujur agar kelak aku mendapat hasil yang maksimal. Ya, aku percaya aku bisa. Sebenarnya aku dan kalian sama, sama-sama belajar. hanya saja cara berpikir kita berbeda. Aku selalu memikirkan bagaimana caraku mendapat nilai bagus dengan otakku, tapi kalian? selalu memikirkan bagaimana cara untuk mendapat nilai bagus tapi tak ada usaha belajar. Aku yakin kalian bisa, hanya saja kalian kurang percaya diri :). Mau sukses tapi tidak mau susah, tidak mau usaha belajar :D.





Untuk Teman-Temanku yang Ngakunya Mahasiswa di Ruang I.4.11 saat ujian Dasar-Dasar Kurikulum hari Rabu, 15 Januari 2014

Kamis, 09 Januari 2014

Teman Kecil (Waktu Masih Berseragam Putih Merah)

Haha, malam ini mungkin gelak tawa yang akan aku tulis. Tulisan ini mungkin tak seperti judulnya, teman kecil? tapi benar juga sih, dia teman kecilku, teman sewaktu sekolah dasar lebih tepatnya. Tapi mungkin bukan cerita mengenai persahabatan. Lalu? Dia adalah cinta monyetku sewaktu aku masih berseragam putih merah. Dia teman sejak aku di  taman kanak-kanak, kalian tahu? aku menulis ini sembari tertawa. Hari ini, lebih tepatnya barusan aku bertemu dengan anak tengil itu, sebenarnya dia tidak ganteng, tidak juga kharismatik, aku juga tidak tahu mengapa dulu aku bisa suka dengannya. Tapi tunggu, dulu aku suka dengannya sewaktu aku belum tahu apa itu cinta pastinya, haha.

Sama Kayak Monyet :D
Sekarang, dia berbeda sekali, tapi tetap saja pendek dan keriting. Tetapi matanya tetap seperti dulu, kalau kata orang mungkin "sipit". Aku tak henti-hentinya tertawa, memori masa kecil beberapa tahun lalu tiba-tiba muncul, saat matanya memandangiku, haha. Lagi-lagi seperti orang yang tak pernah saling mengenal, kami hanya diam. Tunggu, jangan dihayati ceritaku ini, ini bukan kisah sedih seperti cerita-ceritaku sebelumnya, jadi kalian tak perlu mempersiapkan tisu, haha. Tadi dia melihatku lama sekali, mungkin dia heran mengapa si buruk rupa seperti aku pas gedenya lumayan unyu juga (pliss jangan muntah) :D. Banyak cerita sebenarnya antara aku dan dia, mulai dari dia datang ke rumahku karena aku bolos les (baca dia berusaha jemput aku dan ngajak aku buat g bolos les), trus dia ngejar-ngejar aku memakai sepedanya yang berwarna pink (ga kece, masak cowok sepedanya pink) :D, sepedanya itu juga pernah aku gemboskan bannya :D, lalu bunga itu, bunga yang dia berikan saat pulang belajar kelompok. Bukan bunga mawar, tetapi bunga apa itu namanya aku juga tidak tahu, bunga hasil mencuri di halaman rumah tetangga temanku. Haha, perutku sakit. Kalian pasti tidak tertawa, karena lucu menurutku, belum lucu menurut kalian bukan? Kemudian saat aku dan teman-temanku menjenguknya saat dia sakit, dan Saputro (teman dekatnya yang juga teman kami satu kelas yang sudah meninggal), dia selalu mencoba menyatukan aku dan dia, tapi tunggu, menyatukan? bahasanya terlalu resmi, tapi biarlah, haha. Lalu saat aku ujian praktek sholat di kelas 6, kami dikunci di kamar mandi dari luar, siapa lagi kalau bukan perbuatan Saputro. Aku coba-coba ingat, apa lagi ya kejadian aneh di waktu sd denganmu? o iya, saat kita main petak umpet, lalu aku iseng bilang "Ini bungabuat kamu Andri (sambil gaya-gaya bawa bunga)", dan ternyata dia beneran datang di hadapanku. Untung saja dia tak melihatku saat aku seperti itu, :D. Lalu saat aku diboncengkannya dengan sepeda pinknya, itu romantis sekali :D.Dulu jaman aku kecil belum ada handphone, jadi komunikasinya dengan surat-menyurat, itu adalah pengalaman yang lucu sekali, 4 tahu lho, dan bubar begitu saja saat kami mulai masuk SMP, tanpa ucapan kata-kata apapun, bahkan kata-kata sayang apapun. Namanya juga cinta monyet :D.

Ah aku rindu masa-masa itu. Saat aku belum tahu apa itu cinta. Saat aku belum tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan dia, aku seperti mengikuti arah, padahal aku tak tahu dimana arah itu akan bermuara. Apa kau juga masih ingat? :D, jangan lupakan masa-masa itu, aku selalu tertawa saat mengingatnya, terlebih tadi saat sekian lama aku tak bertemu denganmu lalu tiba-tiba kita bertemu, haha. Tiba-tiba otak seperti masuk pada ruang waktu 10 tahunan lalu. Sekarang kamu unyu, tapi tetep lebih unyuan aku :D.



Beberapa Tahun Lalu
23.30
9 Januari 2014

Rabu, 08 Januari 2014

8 Januari Bersama Kalian

Lelap, sebenarnya mata ini ingin untuk segera terlelap, tapi tangan masih ingin memberikan tuangannya pada sebuah tulisan. 8 Januari, hari ini, ternyata bahagia tak butuh uang banyak, ternyata bahagia tak harus selalu datang dari seseorang yang mungkin sering kita sebut "kekasih", dan bahagia ternyata begitu sederhana, saat gelak tawa menjadi ukuran kebahagiaan, saat gelak tawa menjadi sebuah ukuran untuk menandakan bahwa orang itu "senang", mungkin pendapat itu benar, tapi mungkin juga pendapat itu bisa salah. Namanya juga pendapat.

Aku dan Kalian
Malam ini, saat mungkin "kekasih" yang ditakdirkan untukku tak kunjung datang, saat "kekasih" yang begitu aku tunggu tak kunjung ada jawaban. Tapi tunggu, "kekasih"? Aku baru ingat kalau aku tak punya kekasih :D. Oke kembali pada pembahasan utama, Aku bahagia malam ini, bukan karena seorang yang dinamakan "kekasih", tapi mungkin tidak "bukan" lebih tepatnya "belum", belum bahagia dengan "kekasih", lebih tepatnya lagi "calon kekasih", tapi "calon"? Ha? Sudahlah ini terlalu berbelit-belit. Aku senang "kita" bisa tertawa bersama-sama, "kita" yang aku sebut teman, "kita" yang selalu ada saat air mata tumpah karena masalah dan "kita" yang selalu ada saat air mata itu menjadi sebuah tawa yang renyah. "Kita" itu sebutanku untuk kalian teman-temanku, tentu saja teman yang benar-benar menjadi teman, haha, jangan bingung, ini hanya sekedar intermezo saja. Aku belum pernah merasakan kebersamaan seperti tadi, saat seketika segala cerita menjadi sangat membahagiakan, walaupun pada kenyataannya semua terlihat biasa di mata orang yang melihat. Tetapi di mata orang yang merasakan, bahkan bulir-bulir mata bisa jatuh karena "kita" terlalu bahagia. Ya aku merasa bahagia dengan kalian, meskipun terlalu sering menyebalkan dan terlalu sering membuat marah. Orang-orang terdekatlah yang terkadang menjengkelkan. Tetapi merekalah yang sering aku sebut teman, merekalah yang sering aku sebut sebagai sahabat. 

Hari ini, akan menjadi hari terindahku di awal tahun ini. Kalian tahu? Allah selalu memberiku kebahagiaan di awal tahun, selalu. janji Allah tak pernah salah bukan? Meski bukan dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku. Tetapi merekalah yang aku sayangi dan mereka menyayangiku, dan kalianlah yang aku sebut teman, teman yang selalu mengulurkan tangan saat kita terjatuh, tapi tunggu, kadang kalian juga teman yang tertawa ketika melihatku jatuh dari tangga, ya itu lucu, kalian bisa membedakan mana yang harus ditertawakan dan mana yang harus kalian  berikan sebuah uluran tangan, kalian tahu? selain aku bahagia hari ini dengan kalian? aku bersyukur bisa bertemu dan berteman dengan kalian. Lalu, apa kalian tahu? Hal yang sangat membuatku bahagia? Kalian nyaman berteman denganku :).



Aku dan Kalian
00.19 WIB
9 Januari 2014

Jumat, 03 Januari 2014

Senja di Stasiun Tugu

Stasiun Tugu, 3 Juli 2011
Aku masih ingat, 3 Juli 2011. Dua tahun lebih berlalu, tapi aku tak tahu mengapa masih selalu ingat. Sebenarnya aku tak berusaha untuk selalu mengingat, bahkan aku sudah hampir lupa. Aku tak pernah tahu kabarmu dan tak mau tahu, setelah janji itu tiba-tiba hilang, setelah komitmen itu tak pernah lagi kau ingat, setelah kau tak ingat lagi tentang pertemuan pertama kita, setelah hari itu, setelah 14 September 2011. Hanya untuk seorang perempuan yang kau sebut "mantan", tentu dia lebih dulu mengenalmu dibanding aku, tentu dia lebih dulu menyayangimu daripada aku. Entahlah, ingatan itu sekarang berlalu lalang di setiap penjuru otakku.

Aku tak tahu lagi kabarmu setelah itu, setelah dering panggilan terakhir dari nomormu berakhir, kau tahu? semua terasa sesak, menyeruak, lalu ingatan-ingatan tentangmu kembali muncul, saat kau ketakutan di rumah hantu, saat kau kepedasan makan nasi goreng, saat kita buka puasa bersama, saat kita pulang sekolah, saat kita berteduh di bawah pohon di depan sekolahku, saat merayakan hari ulang tahunku, saat aku menangis di pelukanmu, dan saat aku menghabiskan sehari penuh denganmu di Jogja. Terkadang aku rindu, hanya terkadang, tak ku hiraukan rindu-rindu itu, aku tak ingin semua menguar terlalu dalam.

Senja itu. Senja 3 Juli 2011 di stasiun Tugu, di saat orang-orang berlalu lalang dengan kesibukkan, di saat ibu-ibu tua masih menjajakan dagangannya, dan disaat tukang becak masih menanti penumpang. Tangan kita terpaut, menunggu kereta yang akan membawa kita pulang, membawa janji yang pernah kau ucapkan, kau tahu? aku merasa istimewa, aku merasa menjadi perempuan yang paling berbahagia, aku menikmati senja denganmu, di kota istimewa ini, Jogja, kota penuh kenangan, kota yang kau jadikan sebagai tempatmu meraih jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kota impianku, kota impian kita (dulu). Kereta itu membawa kita pulang, prameks. dua jam perjalanan. Kita meninggalkan Jogja, kita meninggalkan malioboro, kita meninggalkan stasiun Tugu, dan kita meninggalkan sebuah kenangan, mungkin kau tak ingat, tapi entah mengapa aku masih ingin mengingatnya. Aku tak pernah menyesal mengenalmu, sekalipun kau tak pernah melihat bahwa aku adalah bagian dari masalalumu. Aku suka Jogja, dari dulu, lalu senja bersamamu di Stasiun Tugu membuatku lebih mencintai Jogja. Entah, kota itu selalu indah, apalagi Malioboro yang menjadi teman kita saat aku dan kamu berjalan menyusurinya, saat senja, saat semua menguar, saat janji aku dan kamu untuk saling menjaga. Saat itu juga senja mengamini. Tapi mungkin tidak untuk Allah :).




Aku Rindu Menikmati Senja Bersamamu
19:09
3 Januari 2014