Rabu, 20 Maret 2013

PERLUKAH BERHIJAB?

-->
PERLUKAH BERHIJAB?
Liza Tri Handayani

Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannyadan menutup kain kerudung ke dadanya. Janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka ataupun ayah mereka, atau ayah suami mereka atau anak-anak mereka”(QS.An-Nur:31).
Pada hakikatnya perempuan diwajibkan untuk menutup auratnya, karena aurat adalah perhiasan perempuan yang harus dijaga.Wajib atau tidak? Sebenarnya diwajibkan dalam Islam, lalu bagaimana dengan agama lain? Saya pernah bertanya pada seorang teman yang beragama Nasrani “apa dalam agamamu juga diwajibkan untuk menutup aurat?” kemudian dia menjawab “dalam agamaku tak mengajarkan seperti itu, tak ada aturan dan tak ada firman dalam Al-Kitab yang mewajibkan, namun seperti biarawati-biarawati yang banyak dijumpai terkadang kelihatan seperti mengenakan kerudung dan baju panjang, itu karena mereka mengabdi pada Tuhan, mereka juga tidak akan menikah karena sepanjang hidupnya hanya akan digunakan untuk mengabdi pada Tuhan”. Lalu bagaimana dengan Islam? Sudahkah kita melaksanakannya? Jelas bahwa dalam Islam memang mewajibkan, namun tak banyak yang menyadari hal ini, cukup mencengangkan bukan? Mereka memeluk agama Islam bahkan meyakini Islam sebagai kepercayaan mereka. Namun, tak mengerti kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dilakukan.
Hijab?
Semua perempuan cantik, dilahirkan untuk menjadi pelengkap tulang rusuk seorang laik-laki. Seringkali penampilan dijadikan sebagai tolak ukur kecantikan seorang perempuan, padahal bukan hal itu yang terpenting, karena akhlaknyalah yang menempati posisi pertama kecantikan seorang perempuan. Dalam trend zaman yang serba modern seperti sekarang ini tentu saja tak asing dengan istilah berhijab. Dengan berbagai macam mode yang ditawarkan dalam hijab, para kaum hawa mulai tertarik untuk berhijab.Mulai berniat tulus untuk berhijab? Ataukah hanya tertarik dengan modenya saja? Hal ini meskipun saling berhubungan namun begitu jauh perbedaannya. Hijab memang bukan perkara yang mudah, tidak hanya asal berhijab, namun harus memikirkan matang-matang atas sebuah keputusan untuk berhijab, agar tak mengalami titik jenuh kedepannya nanti. Hijab sebagai mode mungkin lebih tepat untuk menggambarkan keadaan sekarang ini, bahkan terkesan untuk gaya-gayaan. Menutup aurat namun menggunakan pakaian yang serba pass body tentu saja mengundang hal-hal yang tidak diinginkan, ini juga bukan merupakan hijab sepenuhnya. Namun, hanya hijab trend.
Hijab yang seharusnya wajib bagi seorang muslimah pada kenyataannya hanyalah sarana penglaris mode-mode fashion yang sedang booming di kalangan kaum hawa. Tiba-tiba saja banyak yang berbondong-bondong berhijab , tetapi apabila trend telah berakhir, maka berakhirlah pula hijab-hijab itu tadi. Sehingga, mulai jarang dijumpai muslimah yang anggun dengan pakaian yang serba menutupi aurat. Bergaya dalam hijab sebenarnya tidak salah, tidak salah juga apabila disesuaikan dengan mode, asal tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang telah ada, misal saja dengan baju-baju yang“ketat”, baju dengan lengan tiga perempat, celana-celana yang jauh dari kata “enak dipandang”, seorang muslim yang baik tentu saja tidak menyukai pemandangan seperti itu. Namun, bagaimana untuk mereka yang bertabiat buruk? Mungkin hal ini sebagai pemicu utama adanya tindak kejahatan. Perempuan memang selalu ingin tampil cantik dan modis namun tetap natural, ingin tampil trendy namun dengan make up yang tidak terkesan menor, ingin tampil secantik mungkin dengan pakaian-pakaian yang bagus, dengan kata lain perempuan ingin selalu tampil sempurna, perempuan ingin dinilai bahwa ia cantik meskipun sebenarnya tidak cantik sekalipun. Jangan heran karena entah mengapa pemikiran itu ada dan berkembang sampai sekarang.
Hijab yang Benar
Dalam setiap hal pasti memiliki aturan-aturan yang penting, begitupun dalam berhijab. Setidaknya aturan ini ada untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan yang banyak sekali terjadi. Muslimah yang berhijab hendaklah tidak setengah-setengah dalam memantabkan niat berhijab. Ya, meskipun belum terbiasa bahkan mungkin sulit, tetapi kewajiban tetaplah menjadi sebuah kewajiban yang tetap harus dijalani. Seperti dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Ahzab ayat 23 yang artinya “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Berhijab memang bukan perkara mudah karena seseorang yang berhijab harus memantabkan hati. Pernah mendengar bagaimana berhijab yang benar? Tentu saja dengan mengenakan pakaian yang tidak memperlihatkan kemolekan tubuh, tidak memperlihatkan lekuk tubuh dengan mengenakan baju lengan panjang dan yang pasti sempurna menutup aurat. Dalam mengenakan kerudung boleh saja dibuat semodis mungkin, asal jangan jauh-jauh dari ketentuan yang ada, karena mengenakan kerudung tidak sekedar dikenakan begitu saja sebagai penutup kepala. Namun, juga menutupkan kerudung sampai dada, tentu saja maksudnya adalah mengenakan kerudung yang besar, yang benar-benar sempurna menutup aurat. Terkadang banyak pertanyaan, apakah kaki merupakan aurat? Ya pasti, kaki termasuk aurat yang harus ditutup juga. Para muslimah biasanya menutup kaki mereka dengan menggunakan kaos kaki. Sempurna sebenarnya jika perempuan mengenakan pakaian muslimah dengan kerudung besar, baju panjang yang terkesan longgar, terlihat cantik dan anggun, dan tentu saja lebih mudah dikenali bahwa mereka seorang muslimah. Mudah sebenarnya, tetapi sulit bagi muslimah yang belum bisa berkomitmen atas sebuah keputusan untuk berhijab.
Perlukah?
Banyak yang mengatakan sekarang ini berhijab adalah sebuah trend atau usuman dan banyak yang berhijab. Namun, tidak sesuai dengan kaidah yang sebenarnya, kenyataannya hal ini memang benar. Bahkan, banyak dari mereka yang berhijab hanya sekedar untuk ikut-ikutan, hanya sekedar pengin-penginan. Bahkan banyak diantaranya yang tidak tahu arti sebenarnya berhijab, dan parahnya lagi banyak juga yang belum bisa memahami arti berhijab menurut pandangan Islam. Bagaimana keadaan muslimah di zaman sekarang? Ada banyak yang berhijab, tetapi hanya sekedar bergaya. Ya, saya pernah mendengar seseorang berkata seperti itu, dia bisa menyimpulkan kata-kata itu mungkin karena mereka mengamati lingkungan sekitar mereka yang seperti itu. Terkadang dalam kenyataannya hijab hanya sebagai bagian formalitas, misal saja mereka yang dituntut untuk berhijab padahal hati mereka belum memantabkan niat. Hal ini banyak dijumpai, ada yang mengatakan bahwa ini hanyalah sebuah masalah waktu dalam memiliki sebuah niatan. Hanya masalah kebiasaan. Namun, bagaimana bila tak timbul juga sebuah niat melalui kebiasaan? Ya, semua tergantung tiap-tiap individu. Mereka memiliki hak dalam hidupnya. Segala aturan, segala kewajiban memang sebaiknya ditaati dan dilaksanakan, akan tetapi apa harus dengan paksaan? Tentu saja tidak, segala hal yang berawal dari paksaan tentu hasilnya tak baik, segala hal yang dimulai dari ketidakyakinan pasti akan terkesan buruk meskipun dibuat sebaik mungkin. Muslimah yang baik pastilah menyadari bahwa hal yang telah ditetapkan Allah SWT pastilah yang terbaik. Sehingga, mereka berbondong-bondong untuk senantiasa menutup aurat mereka dengan cara berhijab. Lalu, bagaimana dengan mereka yang belum mendapatkan hidayah untuk berhijab? Semua tergantung bagaimana seorang muslimah menyadari bahwa hal ini perlu. Akan tetapi, banyak ditemui seorang muslimah yang benar-benar paham tentang kewajiban-kewajiban mereka. Namun, ada juga muslimah yang belum sepenuhnya tahu kewajiban-kewajiban seorang muslimah itu sendiri.
Perlu diketahui bahwa setiap orang pasti memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda dan untuk mengenai perlu ataupun tidak perlu dalam berhijab sebenarnya perlu. Bahkan, wajib untuk dilaksanakan karena perintah-perintah telah jelas adanya. Tinggal kita mau atau tidak? Tinggal kita memiliki sebuah niat atau tidak? Tinggal kita memiliki keteguhan dalam hati atau tidak? Lagi-lagi ini masalah dari tiap-tiap individu. Bukankah segala konsekuensi akan ditanggung sendiri? Bukan perkara di dunia saja, namun bagaimana pula kita bertanggung jawab di akhirat nanti. Cantik tidak harus dengan dengan rambut terurai bukan? Cantik tidak harus dengan kecantikan wajah saja. Namun, cantik lebih mendominasi perempuan-perempuan yang bersedia menutupi aurat mereka dan hanya akan diperlihatkan bagi mereka yang senantiasa menjadi teman hidup atau suami mereka, maka mereka merupakan laki-laki yang beruntung, beruntung mendapatkan istri yang shalehah yang senantiasa berbakti pada suami mereka. Berhijab terkadang menentukan karakter seorang muslimah. Bilamana kita menyadari apakah hijab itu perlu atau tidak perlu, apakah berhijab itu diharuskan atau tidak, sebenarnya segala kewajiban adalah sebuah kesepakatan. Dijalankan atau tidak dijalankan tetaplah menjadi kewajiban. Hanya seperti memilih sebuah kesempatan baik. Jika kesempatan baik itu diambil maka akan mendapat kebaikan pula. Namun, jika kesempatan itu tidak diambil tentu saja akan merasa merugi. Begitulah berhijab seperti sebuah kesempatan dengan kemantaban niat.


Rabu, 13 Maret 2013

Tugas Portofolio 1 Reproduksi Bacaan Buku Fonetik Karya Bapak Agus Budi Wahyudi


PENGANTAR
Linguistik dipelajari dari segi mikrolinguistik artinya kajian itu tanpa melibatkan ilmu yang lain. Kajian mikrolinguistik yang melibatkan ilmu yang lain disebut interdisiplin. Fonetik sebagai cabang linguistic deskriptif. Fonetik sebagai alat bantu linguis dan merupkan ilmu yang sangat berkembang. Fonetik interdisipliner yaitu subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa dalam kaitannya dengan ilmu yang lain, misalnya fisika dan musik. Fonetik terapan merupakan subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa dan penggunaannya di dalam praktik, missal olah vokal di dalan seni drama, seni musik, dan untuk pembentukan ucapan anak-anak yang pelat lidah (Soeparno,2000:25-26).

ILMU BUNYI BAHASA SEBAGAI SUBKAJIAN LINGUISTIK
Manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Jalinan komunikasi harmonis manusia memerlukan media sebagai pengantar. Media tersebut dikemal dengan istilah bahasa. Bahasa yang digunakan manusia dalam berkomunikasi dalam dunia keilmuan termasuk salah satu objek yang dikaji. Kajian terhadap bahasa ini dimulai sejak abad kesembilan belas. Pengkaji bahasa wajib mempersiapkan dirinya belajar memandang bahasa secara objektif. Pandangan yang objektif yaitu memandang bahasa sebagai bahasa. Bahasa adalah sesuatu yang benar dan sudah semestinya. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dan bukan sesuatu yang dipikirkan. Kesiapan pengkaji untuk memandang bahasa sebagai bahasa merupakan dasar objektif. Kemampuan mempergunakan bahasa sebagai kemampuan yang secara intuitif dimiliki oleh setiap penutur bahasa. Linguistic sebagai ilmu bahasa dibagi dalam sub atau bidang, meliputi bidang fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantic. Crytal (1993 dalam Yusuf, 1998:2) membagi bahasa menjadi 6 tataran, bahasa pada prinsipnya terdiri dua bagian utama yaitu struktur dan penggunaannya. Ada pragmatic yang menjembatani struktur bahasa dengan penggunaannya. Struktur terdiri atas tiga tataran yaitu medium transmisi, tata bahasa, dan maknan. Ketiga tataran strukturn ini masing-masing terdiri atas tataran fonetik dan fonologi kuntuk tataran medium transmisi, morfologi dan sintaksis untuk tataran tata bahasa, dan leksikon dan wacana untuk tataran semamntik.
FONETIK: KAJIAN BUNYI-BUNYI BAHASA
Bahasa terdiri atas bunyi dan susunan bunyi. Kajian tentang bunyi, baik bunyi secara umum maupun bunyi suatu bahasa tertentu disebut fonologi. Aspek penting dari fonologi adalah pengamatan bunyi bahasa, yakni produksi bunyi, transmisinya, dan penerimaannya. Aspek tersebut disebut fonetik. Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa, sebagai ilmu interdisipliner linguistic dengan fisika, anatomi, dan psikologi (Kridalaksana, 1993:56).
Fonetik adalah bagian dari linguistic yang mempelajari proses ujaran. Fonetik termasuk ilmu yang netral, artinya tidak harus dialamatkan pada bahasa tertentu saja. Prinsip dan penemuan fonetik bisa diterapkan pada bahasa apa saja (Alwasilah, 1993:96). Tujuan fonetik mempelajari proses ujaran. Fonetik adalah bidang linguistic yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak (Chaer, 1994:103).
Bahasa adalah system lambang bunyi. System bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Bunyi bahasa yaitu lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat bicara manusia. Jadi bunkyi bahasa dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sedangkan bunyi yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Bunyi bahasa atau speech sound adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, yang di dalam fonetik diamati sebagai fon dan diamati dalam fonemik sebagai fonem (Chaer, 42-43).
Bunyi fonetik umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
  1. Fonetik akustik (acoustic phonetics)
  2. Fonetik auditoris (auditory phonetics), dan
  3. Fonetik organis atau artikulatoris (articulatory phonetics).






PROSES PRODUKSI BUNYI BAHASA

Setiap manusia yang berkebutuhan ingin mengadakan komunikasi dengan orang lain akan memproduksi bunyi bahasa. Bunyi bahasa diproduksi dengan memanfaatkan udara sebagai energy utama. Udara sebagai energy utama dalam memproduksi bahasa.
Ada empat proses produksi bunyi bahasa
  1. Proses mengalirnya udara dari paru-paru
  2. Proses fonasi yang terjadi di daerah pita-pita suara
  3. Proses oro-nasal mengalirnya udara ke rongga hidung pada saat mengucapkan bunyi nasal atau sengau
  4. Proses artikulasi yang terjadi di rongga mulut yaitu terhalangnya arus udara yang mengalir di titik-titik artikulasi atau di daerah artikulasi.
Udara di alam bebas, dihirup oleh manusia. Udara tersebut dimasukkan ke paru-paru. Bila dilepas tanpa proses produksi bunyi bahasa, maka yang terjadi adalah bernafas biasa. Apabila berkepentingan ingin mengadakan komunikasi sesama, maka mudara yang ada di paru-paru dipompa keluar dengan tujuan memproduksi bunyi bahasa. Proses fonasi terjadi di daerah pita suara (vocal chord). Bunyi bahasa bersuara bila posisi pita suara terbuka sedikit. Bunyi bahasa tidak bersuara bila pita suara terbuka lebar. Bunyi bahasa tidak diproduksi manakala posisi pita suara terbuka sangat lebar. Orang bernafas biasa posisi pita suara terbuka sangat lebar. Proses artikulasi terjadi di rongga mulut. Proses ini menghasilkan bunyi kontoid atau bunyi nonvokoid. Daerah atau tempat artikulasi sangat berperan dalam menghasilkan bunyi bahasa. Udara yang mengalir ada yang melalui rongga hidung yaitu pada saat memproduksi bunyi nasal atau sengau. Kata mama, nani, nyonya, dan mengapa mengandung bunyi nasal.





ALAT UCAP MANUSIA
Alat ucap sebenarnya berfungsi biologis (atau fisiologis) sebagai fungsi primernya. Contoh : makan, minum, dan merasai. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan berbahasa yaitu saat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa alat ucap ini berfungsi verbal (linguistis). Alat ucap ini berada di dalam rongga mulut manusia. Dua fungsi ini selalu berhubungan di dalam diri manusia. Nama bunyi bahasa yang digunakan dalam studi fonetik meliputi laringal, faringal, dorsal, medial, laminal, apical, uvular, velar, palatal, alveolar, dental, labial, dan nasal.
Cara kerja alat ucap manusia pertama kali udara yang ada di paru-paru, yang sudah dihirup dari luar dipompa ke luar paru-paru melalui tenggorok ke pangkal tenggorok ke tempat pita-pita suara (terjadi proses fonasi). Pita suara harus terbuka agar arus udara yang keluar dari paru-paru dapat melalui rongga mulut (terjadi proses artikulasi) atau ke rongga hidung (terjadi proses oro-nasal). Udara yang dari paru-paru bila dipompakan tidak mengalami hambatan, maka tidak ada bunyi bahasa yang terdengar. Bunyi bahasa terproduksi apabila terhalangi, terdengarlah bunyi bahasa. Bunyi vokoid diproduksi dengan arus udara di dalam mulut tidak mendapat halangan sehingga arus udara dari paru-paru sampai ke bibir berlalu tanpa hambatan. Pita suara menyempit dan menjadi bergetar karena arus udara , maka getaran itu menimbulkan suara (voice). Bunyi yang diproduksi termasuk bunyi bersuara. Pita suara membuka agak lebar sehingga tidak bergetar, maka terproduksilah bunyi tak bersuara.

BUNYI SEGMENTAL
Bunyi segmental meliputi bunyi vokoid dan bunyi kontoid. Vokoid seringkali disebut dengan monoftong/ vocal murni/ pure vowels. Bunyi vocal tunggal yang terbentuk dengan kualitas alat bicara (lidah tidak berubah dari awal hingga akhir artikulasinya) dalam sebuah suku kata. Istilah monoftong sama dengan vocal yang dimaksud adalah vocal tunggal, sedangkan diftong adalah vocal rangkap.
Bunyi segmental adalh bunyi bahasa yang dapat disegmentasikan. Bunyi kini sebagai material utama dalam ujaran, sedangkan bunyi suprasegmental akan mengikuti ketika bunyi segmental diujarkan.
System vocal cardinal (cardinal system) yaitu bunyi vocal yang mempunyai kualitas bunyi tertentu, yang dipilih sedemikian rupa untuk dibentuk dalam suatu rangka gambar bunyi.
Klasifikasi bunyi vocal berdasarkan: tinggi rendah lidah, bagian lidah yang bergerak, striktur (jarak lidah dengan langit-langit), dan bentuk bibir.
Tinggi rendahnya lidah
  1. Vokal tinggi
  2. Vokal madya
  3. Vokal rendah
Bagian lidah yang bergerak
  1. Vokal depan
  2. Vokal tengah
  3. Vokal belakang
Striktur
Keadaan hubungan posisional artikulator aktif dengan artikulator pasif.
  1. Vokal tertutup
  2. Vokal semi-tertutup
  3. Vokal semi-terbuka
  4. Vokal terbuka
Bentuk bibir
  1. Vokal bulat
  2. Vokal netral
  3. Vokal takbulat




BUNYI SUPRASEGMENTAL

Batasan bunyi suprasegmental
  1. Unsur segmental ini bekerja atau berlangsung sewaktu bunyi segmental diproduksi (Chaer, 2009:53).
  2. Bunyi yang tidak bisa disegmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini mengiringi, menindih, menemani bunyi segmental (baik vokoid maupun kontoid) (Muslich, 2010:61).
  3. Bunyi yang menyertai bunyi segmental (Marsono, 1999:115).
Macam bunyi suprasegmental
  1. Tekanan/ aksen/ stress
Tekanan menyangkut keras lunak (lemah)-nya bunyi.
  1. Panjang/ Kuantitas/ Durasi
Lamanya bunyi diucapkan.
  1. Jeda/ Persendian
Jeda menyangkut perhentian bunyi dalam bahasa.
  1. Nada / Pitch
Nada menyangkut tinggi rendahnya suatu bunyi.

DESKRIPSI BUNYI BAHASA

Bagian studi fonetik yang perlumendapatkan perhatian dan pemahaman adalah membuat deskripsi bunkyi bahasa. Bunyi bahasa dalam studi linguistik biasa tidak disebut dengan mengucapkan bunyi bahasa yang bersangkutan tetapi dengan mengucapkan unsur deskripsi bunyi bahasa itu. Kemampuan menguasai bunyi bahasa ditunjukkan dengan membuat deskripsi setiap bunyi bahasa. Deskripsi ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pengenalan terhadap bunyi bahasa. Bunyi bahasa dapat diklasifikasikan ke dalam bunyi vokal, bunyi konsonan, dan bunyi diftong.

TRANSKRIPSI FONETIS

Studi fonetik memerlukan potensi yang melibatkan hafalan, pemahaman, keterampilan pelafalan, keterampilan pentranskripsian, dan aktivitas mlainnya. Objek fonetik adalah bunyi bahasa, bunyi bahasa dikaji tanpa memperhatikan funsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Bunyi bahasa itu jumlahnya tidak terbatas. Kajian tentang bunyi bahasa dibekali dengan anggapan bahwa bunyi itu bervariasi. Ciri variasi bunyi dapat diketahui dengan penulisan secara fonetis.